Search

KPK Nilai PLTSa sebagai Pemborosan APBN - m.beritasatu.com

Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah persoalan dalam pengelolaan sampah untuk energi listrik terbarukan. Dari kajian yang dilakukan, KPK menemukan adanya beban sebesar Rp 3,6 triliun yang harus ditanggung negara setiap tahunnya. Ditambah, masa kontrak PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) cukup panjang yakni 25 tahun.

"Risiko beban anggaran ini menjadi signifikan mengingat masa kontrak PLTSa cukup panjang yakni 25 tahun," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/3/2020).

Nilai beban yang mencapai triliunan rupiah itu dihitung berdasarkan biaya langsung pengolahan sampah sebesar Rp2,03 triliun yang disediakan per tahun untuk dibayarkan ke badan usaha. Selain itu, nilai beban ini juga ditambah dengan perkiraan subsidi yang harus dibayarkan ke PLN sebesar Rp1,6 triliun atas selisih harga tarif beli listrik PLTSa yang tinggi.

"Jika PLTSa dijalankan, maka pemerintah perlu memikirkan beban anggaran sekitar Rp3,6 triliun," katanya.

Ghufron mengatakan, KPK menyadari Indonesia saat ini mengalami darurat sampah, dengan volume sampah iperkirakan 64 juta ton per tahunnya. Di sisi lain, pemerintah saat ini berupaya meningkatkan bauran energi melalui Energi Baru Terbarukan yang baru 10 persen dari target sebesar 23 persen di 2025. Namun, katanya pengelolaan sampah menjadi energi listrik atau waste to electricity ini memiliki persoalan dalam aspek bisnis. Salah satunya, terkait implementasi KPBU (Kerja sama Pemerintah dan Badan usaha) yang kontrak bisnisnya terpisah antara Pemda-Pengembang dan Pengembang-PLN. Hal ini menyebabkan proses berlarut dan berpotensi kepada praktik bisnis yang tidak fair. Tak hanya itu, tipping fee atau biaya untuk mengumpulkan sampah dari rumah tangga hingga ke tempat pengolahan memberatkan pemerintah daerah karena menggunakan APBD.

"Tarif beli listrik juga memberatkan PLN karena diberlakukan sistem 'take or pay'. Berapapun sampah didapat, dibayar sesuai perjanjian. Kondisinya jumlah sampah tidak sesuai target kuota sampah. Kondisi ini hanya menguntungkan pengusaha," paparnya.

Tak hanya dari aspek bisnis, dari kajian yang dilakukan, KPK juga menemukan persoalan pada aspek teknologi. Belum ada teknologi yang terbukti mampu melakukan sampah menjadi listrik. Dari 12 lokasi, belum ada satu pun teknologi PLTSa yang terbukti mengimplementasikan dari sampah menjadi energi listrik.

"Hingga akhir tahun 2019 belum satu pun PLTSa berhasil terbangun. Proses pembangunannya sudah selesai tapi belum sukses sebagaimana diharapkan mengentaskan sampah dan menghasilkan energi listrik," katanya.

Dikatakan, KPK mendukung program pemerintah untuk mendorong investasi. Namun, investasi yang didorong KPK adalah investasi yang membawa manfaat besar bagi negara dan masyarakat serta menghindari potensi praktik yang tidak adil karena menguntungkan salah satu pihak saja. Untuk itu, KPK meminta pemerintah merevisi Perpres nomor 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listri Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Salah satu poin yang direkomendasikan KPK adalah dengan membuka opsi pengelolaan sampah tidak hanya menjadi listrik tapi menjadi energi dalam bentuk lain. Hal ini mengingat jumlah sampah di beberapa daerah tidak mencapai kuota target dan listrik yang dihasilkan jumlahnya kecil, tapi dengan biaya yang mahal.

"Dengan kebijakan waste to energy, persoalan sampah dapat diselesaikan dengan teknologi incinerator atau mengubahnya menjadi briket atau bentuk lainnya," katanya.

Let's block ads! (Why?)



"nilai" - Google Berita
March 06, 2020 at 08:09PM
https://ift.tt/2PVDPMm

KPK Nilai PLTSa sebagai Pemborosan APBN - m.beritasatu.com
"nilai" - Google Berita
https://ift.tt/2Oehd90
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "KPK Nilai PLTSa sebagai Pemborosan APBN - m.beritasatu.com"

Post a Comment


Powered by Blogger.