TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan likuiditas perbankan di Indonesia masih berada pada level yang memadai. Di tengah situasi darurat virus corona Covid-19 saat ini, kedua indikator tersebut masih berada di atas ambang batas masing-masing.
“Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid (non-core deposit) masing-masing sebesar 212,3 persen dan 108,12 persen,” kata OJK dalam siaran pers di Jakarta, Jumat, 27 Maret 2020. Keduanya masih di atas threshold, masing-masing sebesar 100 persen dan 50 persen.
Selain itu, OJK menyebut permodalan lembaga jasa keuangan juga masih terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan masih sebesar 22,4 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 670 persen dan 312 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Saat ini, penyebaran virus corona di Indonesia terus meluas. Sampai kemarin, sudah 893 orang yang terinfeksi virus corona, 78 meninggal dan 35 sembuh. Situasi ini pun membuat perekonomian Indonesia ikut terkena dampak dalam sebulan terakhir seperti, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah melemah, gelombang PHK pun mulai terjadi.
Dua hari sebelumnya, Rabu, 25 Maret 2020, ekonom senior Chatib Basri menilai saat ini likuiditas perbankan di Indonesia memang masih stabil. Akan tetapi, kata dia, pemerintah perlu bersiap dengan kemungkinan adanya liquidity crunch, yang akan berdampak pada krisis perbankan yang sistemik.
Liquidity crunch adalah situasi ketika berkurangnya suplai dana tunai ke perbankan, namun terjadi permintaannya justru tinggi. Dalam kondisi ini, perbankan akan mengenakan bunga pinjaman yang tinggi kepada nasabah mereka.
Chatib mencontohkan situasi di mana nasabah bank tidak bisa membayar utang mereka ke perbankan dalam enam sampai satu tahun ke depan akibat virus corona. Sehingga, tidak ada pembayaran dana tunai ke perbankan. Sementara, bank tetap harus membayar bunga deposito.
Situasi ini barangkali tidak menjadi masalah besar bagi perbankan besar seperti BCA, BRI, dan Mandiri karena memiliki balance sheet atau posisi keuangan yang memadai. Namun, kata Chatib, persoalannya ada pada bank kecil. Sekali saja orang khawatir, maka mereka akan memindahkan uangnya ke bank besar. “Untuk meresponsnya, bank kecil pun akan menaikkan bunga, ini yang harus diperhatikan oleh FSSK (Forum Stabilitas Sistem Keuangan),” kata dia.
Beberapa hari lalu OJK telah mengumumkan aturan baru yaitu Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Lewat aturan ini, OJK mengubah besaran modal inti minimum (MIM), dari semula minimal Rp 100 miliar, menjadi Rp 3 triliun.
Kedua, Pemegang Saham Pengendali (PSP) bank dapat memiliki satu atau beberapa bank dengan memenuhi skema konsolidasi bank. Dalam aturan yang lama, masih ada batasan bagi PSP dalam melakukan sejumlah aksi, salah satunya pengambilalihan bank dalam membantu penyelamatan bank bermasalah.
Juru bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan konsolidasi antar bank umum ini dapat menjadi momentum dan landasan bagi industri perbankan untuk meningkatkan skala usaha serta peningkatan daya asing mereka. “Melalui peleburan, penggabungan (merger), dan pengambilalihan (akuisisi),” kata dia.
FAJAR PEBRIANTO
"nilai" - Google Berita
March 27, 2020 at 01:08PM
https://ift.tt/33NhMND
OJK Nilai Likuiditas Perbankan Terjaga di Tengah Darurat Corona - Bisnis Tempo.co
"nilai" - Google Berita
https://ift.tt/2Oehd90
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "OJK Nilai Likuiditas Perbankan Terjaga di Tengah Darurat Corona - Bisnis Tempo.co"
Post a Comment